“Pernahkah kamu menyadari jika di usia menjelang 20
tahun keatas, tuntutan hidup yang dirasakan semakin sulit?” atau “kenapa ya
tanpa sadar kita mulai merasa banyak permasalahan-permasalahan yang semakin
rumit?” Ya itulah yang kita alami saat memasuki fase dewasa awal. Semakin
dewasa kita, maka makin besar pula tanggung jawab dan tuntutan lingkungan yang
dihadapi.
Dalam
menghadapi berbagai tuntutan dan tanggung jawab tersebut seringkali kita merasa tertekan. Karena nyatanya, tidak
semua permasalahan dapat segera diselesaikan. Permasalahan yang tidak
terselesaikan akan menumpuk dan menyebabkan berbagai emosi negatif seperti
marah, kecewa, sedih, tidak berdaya dan lain sebagainya.
Sayangnya,
ketika emosi sudah menumpuk kebanyakan orang memilih untuk memendam emosi
tersebut, berbagai pertimbangan tentu menjadi alasan, mulai dari perasaan malu
ketika permasalahan diketahui orang lain hingga adanya kebiasaan memendam emosi
itu sendiri. Kebiasaan memendam emosi ini terkadang justru karena kita merasa
bahwa menceritakan emosi negatif bukanlah hal yang baik untuk dilakukan. Namun,
ketika hal tersebut dilakukan secara berkala, maka timbullah sebuah pertanyaan.
Bahayakah
memendam emosi secara terus-menerus?
Ternyata
memendam emosi itu bisa berbahaya, loh!
Salah
satu pakar psikoanalisa, Sigmund Freud mengatakan “unexpressed emotions
will never die, they are burried alive and will come forth later in uglier way”,
artinya, emosi yang tertahan justru akan lebih berbahaya. Berdasarkan berbagai
literatur, banyak dampak negatif yang dapat ditimbulkan akibat kebiasaan
memendam emosi, terutama bagi kesehatan mental. Yuk kita lihat, beberapa
dampak-dampak negatifnya.
1.
Rentan mengalami depresi
Ketika
seseorang memendam emosi, ternyata emosi tidak akan secara otomatis hilang
seiring waktu, namun akan direpress ke alam bawah sadar. Penumpukan emosi di
alam bawah sadar secara terus-menerus dapat menjadi salah satu penyebab
terjadinya depresi. Pada tahap depresi emosi ini sudah dapat mengakibatkan
perasaan putus asa hingga keinginan untuk bunuh diri.
Dan,
yang lebih mengejutkan lagi, data yang dikeluarkan oleh World Health
Organization (WHO) ternyata pada tahun 2017 depresi dan kecemasan merupakan
gangguan mental dengan prevelensi paling tinggi di seluruh dunia dan diperkiraan
akan semakin bertambah.
2. Memicu
gejala psikosomatis
Dikutip
dari buku abnormal psychology, ketidakseimbangan psikologis yang
diakibatkan stress dan emosi negatif dapat memicu kondisi psikosomatis.
Psikosomatis sendiri merujuk pada keadaan dimana terdapat keluhan fisik yang
disebabkan atau diperparah karena adanya permasalahan psikologis yang dihadapi
penderita.
Hal ini
juga sehubungan dengan berbagai penelitian yang mengatakan bahwa ada korelasi
antara stress dan menurunnya sistem imun tubuh, sehingga ketika kondisi
psikologis kita dipenuhi emosi negatif maka akan sangat mungkin menimbulkan
berbagai keluhan fisik, seperti sakit kepala, gangguan pencernaan hingga
gangguan pada kulit seperti eksim dan juga jerawat.
3. Menurunkan
produktivitas
Ketika
seseorang mempunyai permasalahan emosi, maka energi yang diproduksi oleh tubuh
akan dihabiskan untuk menyelesaikan permasalahan emosi yang dirasakan,
alih-alih untuk melakukan aktivitas yang produktif. Jadi jangan heran ya, jika
kamu sedang menumpuk emosi negatif, kamu jadi malas untuk beraktivitas seperti
berkumpul dengan teman-teman apalagi untuk belajar. Jika hal ini tidak
diselesaikan dengan cepat, maka akan berpengaruh terhadap pekerjaan atau
perkuliahan kamu, loh!
4.
Menjadi lebih sensitif
Ketika
sedang memendam banyak masalah, seseorang cenderung menjadi "marah"
pada hal-hal kecil. Mereka menjadi hypersensitive pada berbagai hal.
Kecenderungan menjadi lebih sensitif ini dapat membuat seseorang mudah
tersinggung dan bersikap kurang menyenangkan saat berinteraksi dengan orang
lain. Hasilnya, bukan masalahmu yang berkurang, justru akan membuat kamu
semakin mempunyai banyak masalah dengan lingkunganmu.
Oleh
karena itu, jangan anggap sepele kebiasaan memendam emosi. Mulailah untuk
membiasakan diri mengungkapkan emosi dengan cara-cara yang tepat. Banyak cara
yang dapat kamu lakukan, salah satunya adalah bercerita.
Bercerita
memang tidak serta merta menyelesaikan masalah, namun dengan bercerita kamu
dapat membagi bebanmu, dan mengekspresikan emosimu. Bercerita dapat diibaratkan
seperti menghirup udara segar ketika kamu kesulitan bernapas. Berbagai
intervensi psikologis juga meyakini bahwa bercerita merupakan pertolongan awal
yang ampuh untuk membantu menyelesaikan permasalahan emosi.
Terdapat
beberapa hal yang dapat kamu lakukan:
1. Berceritalah
pada dirimu sendiri
Artinya,
kamu harus mampu jujur terhadap dirimu sendiri mengenai masalah dan emosi apa yang
sedang kamu rasakan. Berilah jeda waktu kepada dirimu untuk dapat memahami dan
merefleksikan perasaan-perasaan yang sedang kamu alami. Kamu bisa menggunakan
berbagai media seperti musik, lukisan atau tulisan untuk membantu kamu
merefleksikan perasaan-perasaan yang ada pada dirimu. Dengan memberikan jeda
dan merefleksikan perasaanmu, kamu bisa lebih “jujur” melihat masalahmu.
2. Berceritalah pada orang terdekat
Carilah
orang terdekat yang bisa kamu percaya,
seperti sahabat, kakak atau mungkin orangtua. Mendapatkan support dari
orang terdekat dapat membuat kamu merasa lebih diterima dan tidak sendiri.
Selain itu, dengan bercerita kepada orang terdekat dapat menjadi sarana untuk
bertukar pikiran dan mendapatkan sudut pandang baru dari masalahmu.
3.
Berceritalah kepada peer group
Apabila
kamu merasa kesulitan atau kurang nyaman bercerita kepada orang terdekatmu,
kamu dapat mencari support group sebagai tempat bercerita, sebagai
contoh kamu dapat mencari peer counseling dimana pada kelompok ini kamu bisa
menemukan teman sebaya yang sudah memiliki basic skill untuk
mendengarkan cerita atau curhatan kamu. Bercerita kepada peer group
membuat kamu dapat lebih terbuka karena permasalahan yang dihadapi biasanya
lebih relate dengan kehidupan teman sebaya, sehingga mereka dapat lebih
mudah memahami kondisi dan perasaanmu.
4.
Berceritalah kepada profesional
Namun
apabila kamu merasa emosi dan permasalahanmu sudah sangat mengganggu kehidupan
sehari-hari atau kamu merasa membutuhkan pertolongan dengan segera, berceritalah
kepada profesional. Kamu bisa bercerita kepada konselor profesional atau kepada
psikolog. Mereka dengan senang hati untuk membantu menyelesaikan permasalahan
emosi maupun permasalahan pada aspek lain yang kamu rasakan.
Jadi,
yakin masih mau memendam emosi setelah mengetahui bahayanya bagi kesehatan
mentalmu? Yuk, mulai rubah kebiasaan kamu memendam emosi. Jangan takut untuk
bercerita. Karena dengan bercerita, akan ada beban yang bisa terbagi dan ada
emosi yang bisa terekspresi.
Ditulis
oleh: Herdiana Muktikanti
NOMOR DARURAT