“I
believe I’m one of the lonelinest person in the world”
Michael Jackson,
Moonwalk (2010)
Pernyataan
yang dikatakan oleh Michael Jackson dalam buku moonwalk rasanya sangat
mengejutkan. Bagaimana mungkin seorang raja pop dunia yang mempunyai jutaan
penggemar dan kesuksesan dapat merasakan kesepian. Bukankah kesepian identik
dengan kesendirian yang dirasakan oleh seseorang pada usia senja? Seringkali
dikaitkan dengan sudah menurunnya aktivitas atau tidak adanya teman di masa
tua. Tapi benarkah begitu?
Pernyataan
Michael Jackson tersebut rasanya mematahkan asumsi ini. Sejalan dengan
pernyataan tersebut, hasil survey yang dilakukan oleh sebuah Perusahaan Cigna
pada tahun 2020 di Amerika menyatakan kesepian tidak hanya dialami oleh
seseorang diusia senja, nyatanya kesepian dapat dialami oleh segala generasi.
Bahkan penelitian ini mengatakan bahwa generasi muda lebih merasa kesepian
dibandingkan dengan generasi yang lebih tua. Kesepian hanya dialami oleh 50%
generasi boomers, namun terdapat 79%
generasi Z dan 71% generasi millenial yang mengalami kesepian.
Hasil
survey ini mengejutkan, ya. Bagaimana bisa generasi muda yang harusnya
mempunyai banyak aktivitas dan dikelilingi oleh banyak teman malah menjadi
generasi yang paling banyak mengalami kesepian? Kok bisa ya?
Jawabannya
, TENTU BISA! Kesepian bisa menyerang siapapun, tidak memandang usia, seberapa
banyak aktivitas maupun teman yang dimiliki. Kesepian berbeda dengan
"sedang sendiri". Seseorang yang sedang sendiri belum tentu merasakan
kesepian. Sedang sendiri adalah kata yang ditujukan untuk keberadaan fisik
seseorang, artinya keberadaan fisik kita
sedang tidak bersama dengan orang lain. Sedangkan makna kesepian meliputi
kondisi pikiran dimana seseorang merasakan sendiri, terisolasi dan tidak
terhubung dengan orang lain.
Jadi ,
Apa Sebenarnya Kesepian Itu?
Hawkley
dan Cacioppo mendefinisikan kesepian sebagai kebutuhan emosional yang
menginginkan kebersamaan dan rasa terhubung dengan orang lain yang apabila
tidak terpenuhi akan memberikan dampak buruk secara psikologis. Terdapat 3 poin penting yang diungkapkan oleh
Hawkley dan Cacioppo dalam definisinya ini. Yuk kita bahas satu-satu!
1. Kesepian
disebabkan karena tidak terpenuhinya kebutuhan relasi sosial.
Manusia
adalah makhluk sosial, oleh karena itu berelasi dengan orang lain merupakan
kebutuhan dasar manusia. Sama halnya seperti kebutuhan dasar biologis yang
harus terpenuhi untuk bertahan hidup. Maka, kebutuhan berelasi dengan orang
lain merupakan kebutuhan dasar psikologis manusia yang juga harus terpenuhi
agar kita dapat bertahan hidup sebagai manusia. Secara psikologis, manusia
mempunyai kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain dan menjadi bagian dari
lingkungan. Ketika kebutuhan ini tidak terpenuhi, seseorang akan merasa sendiri dan terisolasi
dari dunia luar.
2. Dalam
berelasi, harus terbangunnya rasa
“terhubung dengan baik”.
Kesepian
bukan hanya ditentukan oleh seberapa banyak orang yang sedang bersama kita,
namun berhubungan dengan seberapa baik seseorang dapat terhubung dengan orang
lain. Sederhananya, kesepian tidak hanya dipengaruhi oleh kuantitas hubungan,
namun juga dipengaruhi oleh kualitas hubungan yang terbangun. Para experts bahkan
meyakini bahwa rendahnya kualitas hubungan dengan orang lain dapat membuat
seseorang lebih merasakan kesepian dibandingkan dengan sedikitnya kuantitas
relasi. Kesepian bergantung pada bagaimana cara berpikir seseorang terhadap
lingkungannya. Seseorang yang mengalami kesepian mendambakan kualitas hubungan
yang baik namun pemikiran dan perasaan bahwa mereka ditolak dan terisolasi dari
dunia luar menghambat kemampuan mereka untuk dapat terhubung secara baik dengan
orang lain.
3. Kesepian
memberikan dampak buruk secara psikologis.
Kesepian
menyebabkan pemikiran dan perasaan kosong, sendiri bahkan tidak diinginkan.
Eksistensi diri akan mulai dipertanyakan bahkan merasa “hilang”. Timbullah
berbagai perasaan menyakitkan seperti perasaan ditolak, tidak diakui bahkan
perasaan lebih rendah dari orang lain. Perasaan menyakitkan ini menyebabkan
luka psikologis sehingga seseorang menjadi lebih banyak menghindari kesempatan
untuk berelasi dengan orang lain. Pada tahap yang lebih kronis kesepian bahkan
dapat menimbulkan berbagai gangguan psikologis seperti depresi, meningkatkan
keinginan bunuh diri bahkan perilaku adiksi seperti drugs, alkohol
bahkan cybersexual.
Kesepian
sangat berhubungan dengan pemikiran dan perasaan subjektif yang dirasakan
seseorang, oleh karena itu Cacioppo mengatakan kesendirian sebagai “perceived
social isolation” atau adanya kesenjangan antara kualitas relasi sosial
yang diharapkan secara subjektif dengan
kualitas yang terjadi pada kenyataan.
Lalu Mengapa Generasi Muda Lebih Merasa Kesepian?
Era
teknologi yang semakin maju membuat manusia dapat dengan mudah berkomunikasi
dengan siapapun. Generasi muda sebagai generasi yang tumbuh pada era ini
dipercaya menjadi generasi yang lebih sosial dan mempunyai banyak kesempatan
untuk berelasi dibandingkan generasi sebelumnya. Namun kemudahan ini menjadi
tantangan tersendiri bagi generasi muda.
Penggunaan
media sosial tentunya tidak secara langsung mengakibatkan seseorang merasa
kesepian. Karena banyak juga orang yang aktif di sosial media namun dapat
mengimbangi kebutuhan sosial di masyarakat.
Namun rasanya beberapa efek yang ditimbulkan oleh penggunaan sosial
media yang tidak terkontrol tetap harus diwaspadai. Terutama fakta bahwa sosial
media dapat berkontribusi terhadap cara berpikir seseorang terhadap kualitas
hubungan yang diharapkan.
Para
generasi muda lebih banyak menghabiskan waktu screen time dibandingkan
dengan people time. Dewasa ini, seringkali kedekatan relasi dipersepsi
sebagai banyaknya likes atau banyaknya komentar pada postingan.
Mempunyai banyak followers di media sosial namun sayangnya tidak
terkoneksi dengan baik antara satu orang dan yang lainnya. Penggunaan media
sosial yang tidak tepat dan berlebihan akan membuat seseorang kehilangan waktu
berelasi secara nyata dan tentunya kehilangan kesempatan untuk melatih
“otot-otot relasi” dengan orang lain. Padahal seperti yang kita pahami berelasi
melalui media sosial sangat berbeda dengan berelasi secara nyata. Dikutip dari
artikel yang diterbitkan oleh Addiction Center, Hal ini senada dengan
pernyataan yang dikemukakan oleh Jean Twenge, seorang Profesor
Psikoloogi dari San Diego University
“Gen Z spends less time
with their friends face-to-face and more time online and on social media. As we
know from decades of research, people who interact with others face-to-face are
less likely to be lonely. Recent research suggests that those who spend more
time on social media, in contrast, are more likely to be lonely.”
Lebih
dari sekedar persoalan waktu yang dihabiskan dengan screen time oleh
generasi muda, penggunaan sosial media yang tidak tepat dapat
mempengaruhi pikiran dan perasaan seseorang mengenai persepsi bagaimana
“seharusnya” kualitas relasi sosial terbangun. Penggunaan sosial media dapat
memicu seseorang untuk membandingkan eksistensi dirinya dengan orang lain,
dimana “kulaitas” relasi yang ada pada sosial media seringkali bias atau tidak
sesuai dengan apa yang ada pada relaita. Persepsi ini dapat menimbulkan
kesenjangan antara relasi sosial yang diharapkan dan relasi sosial yang
dimilikinya, sehingga menimbulkan pemikiran dan perasaan sepi, kosong bahkan
tidak diinginkan oleh lingkungan.
Tentunya
sosial media bukan penyebab tunggal generasi muda mengalami “pandemi” kesepian,
namun penggunaan media sosial yang tidak tepat dapat memperparah kondisi
kesepian ini.
Apa
yang Bisa Kita Lakukan untuk Mencegah Rasa Kesepian?
1. Sadari
bahwa kesepian adalah sebuah “alarm” untuk berubah.
Kesepian
adalah sebuah tanda bahwa secara psikologis kita sedang membutuhkan kualitas
bersama orang lain. Saat merasakan kesepian itu artinya tubuh memberikan tanda
bahwa kita harus mulai membangun relasi dengan kualitas yang baik. Merasa sepi adalah “warning” yang
diberikan Tuhan agar kita tidak terus-menerus mempertahankan pemikiran dan
perilaku untuk menghindari orang lain.
2. Ubah
caramu melihat dunia dan orang lain.
Seseorang
yang merasa kesepian seringkali berpikir bahwa lingkungan akan menolak mereka.
Ingat, kesepian terjadi karena cara berpikir kita yang negatif ketika melihat dunia. Berpikirlah lebih realistis.
“Orang lain mungkin tidak pernah menolak kamu selama ini, kamu mungkin hanya
berpikir kamu sedang ditolak”.
3. Don’t
expect much! Start action!
Terlalu
banyak berpikir mengenai “bagaimana seharusnya” kita diterima orang lain atau
berpikir mengenai kekhawatiran kita ditolak secara terus-menerus, hanya akan
membuat kita lelah dan semakin menyakiti diri. Mulailah dari hal-hal kecil,
tanpa ekspektasi apapun. Seperti menyapa tetangga, bertanya kepada teman dekat
apa yang bisa kita lakukan untuk mereka atau menanyakan sekedar menanyakan
kabar kerabat lama. Saling terhubung membuat “otot-otot relasi” kita bertumbuh
semakin kuat.
4. Gunakan
media sosial sebijak mungkin
Gunakan media sosialmu sebaik mungkin, jadikan itu sebagai sarana untuk saling “terhubung” dengan orang lain alih-alih membandingkan dirimu dengan apa yang ada di media sosial. Pilih dan pilah konten yang sesuai dengan dirimu, jangan biarkan media sosial mengambil alih pikiran dan perasaanmu. Bijaklah menggunakannya, jadikan pikiranmu yang mengontrol bagaimana caramu menggunakan media sosial dengan baik. Be Smart!
5. Raih
mereka yang mempunyai kesenangan dan passion yang sama dengan kamu.
Membangun
kualitas hubungan menjadi salah satu kunci agar kita tidak merasa kesepian,
maka berfokuslah membangun kualitas hubungan yang baik daripada mencari
banyaknya teman tanpa makna. Ketika kamu berada disekitar orang-orang yang
mempunyai ketertarikan yang sama maka secara emosi akan lebih mudah terbangun
kedekatan antara anggotanya. Jadi mulailah mengikuti berbagai aktivitas dengan
orang-orang yang mempunyai passion yang sama. Ikutilah komunitas yang
kamu sukai atau sekedar berceritalah dengan teman mengenai passion kalian
yang sama.
6. Jika
kamu merasa membutuhkan pertolongan, berceritalah kepada profesional.
Jika
kamu merasa bahwa rasa sepi yang kamu rasakan sudah sangat mengganggu, jangan
sungkan untuk menghubungi psikolog atau konselor profesional ya. Mereka dengan
senang hati akan membantu kamu untuk lebih memahami kondisimu.
Ditulis
oleh : Herdiana Muktikanti, S.Psi., M.Psi., Psikolog
NOMOR DARURAT