BANDUNG, kemahasiswaan.itb.ac.id - Berbicara perihal teknologi digital dan demokrasi adalah persoalan yang sedang hangat dibicarakan. Di era ini, teknologi tidak hanya menciptakan sejarah baru tapi merubah peradaban manusia. Hal ini diungkapkan oleh Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga dan Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Prof. Henry Subiakto, saat menjadi pembicara utama Studium Generale KU 4078, Rabu (16/2/2022).
“Di era digital sekarang ini, teknologi telah menghubungkan manusia secara digital baik dari sisi ekonomi, politik, sosial, dan bahkan budaya. Misalkan saja di bidang ekonomi, muncul model ekonomi baru yakni sharing economy, seperti yang dilakukan oleh Gojek, Grab, dan sebagainya. Begitu pula dalam konteks demokrasi, muncul model komunikasi politik baru dimana siapapun yang memiliki gadget bisa menjadi seorang komunikator, komentator, kritikus, hingga provokator,” papar Henry.
Ia mengatakan, sebanyak 202,6 juta pengguna internet di Indonesia dan 4,4 miliar penduduk dunia melakukan komunikasi via internet. Terlebih kondisi pandemi membuat komunikasi digital semakin intens dilakukan baik untuk kepentingan pribadi, menyulut konflik sosial, hingga meningkatnya sosial Darwinism. Semakin intens masyarakat dalam dunia digital ada banyak pihak yang sebenarnya diuntungkan. Henry menyebutkan, pihak yang diuntungkan adalah mereka yang memiliki platform, perusahaan digital yang secara global bisa membaca apa yang di share oleh masyarakat.
Menurutnya, apa yang dilakukan oleh masyarakat dalam mengakses dunia digital dibaca dan dipelajari oleh sebuah mesin. Secara langsung menjadikan manusia sebagai objek dari surveillance capitalism atau kapitalisme pengawasan. Hal ini menjadikan manusia sebatas komoditas ekonomi belaka dalam kapitalisme pengawasan, dimana ranah pribadi dikuasai juga oleh pihak ketiga.
“Jika dilihat kondisi di Indonesia, kita lebih banyak pada global capitalism, maka dari itu perlu diatur. Jika tidak ada regulasi yang mengatur soal ini, maka masyarakat pengguna internet di Indonesia hanya akan jadi konsumen. Jika pemerintah tidak mengatur maka kebutuhan masa depan kita akan diketahui oleh dunia luar, dan bahkan politik kita pun bisa diketahui global,” terangnya.
Ia menyebutkan, lewat penguasaan data, strategi komunikasi pun dilakukan dengan tujuan menguasai negara lewat pendekatan psikologi dan manipulasi yang seakan “dibisikan” ke telinga-telinga target. Inilah bukti bahwa teknologi pada akhirnya bisa dipakai untuk memprediksi ekonomi dan bahkan juga politik. Jutaan data pengguna media sosial dipakai untuk dasar strategi propaganda politik. Sifat personal, kecenderungan bawah sadar dari jutaan orang diketahui lewat surveillance dari aplikasi.