
Fulca Veda
Bandung, ITB Career Center - Berkembangnya dunia usaha & dunia industri (DUDI) secara progresif ternyata dianggap tidak mampu diikuti oleh perguruan tinggi yang menyediakan lulusan yang kompeten dan siap bekerja. Dengan paradoks ini, dunia perguruan tinggi diprediksi akan mengalami bangkrut. Pendidikan tinggi yang selama ini dianggap mampu menjadi gerbang terakhir dalam mengelola manusia sebelum masuk ke dunia kerja, dianggap tidak memberikan garansi kepada konsumennya untuk mampu mendapatkan kerja.
"Dia adalah industri yang menghasilkan manusia dengan spek yang-meski ada kurikulumnya, bisa dibilang tidak jelas dan tidak ada garansinya. Seperti yang telah saya dan teman-teman user lalui berpuluh-puluh tahun yang lalu, pendidikan tinggi adalah salah-satunya institusi yang dikenal paling sulit berubah meskipun sudah diterpa disrupsi," ungkap Wakil Dirjen Pendidikan Tinggi Kemenristekdikti, Ir. Sri Paryanto Mursid, M.Ms.
Menurut Sri Paryanto, hal ini diperparah dengan tidak berkembangnya kualitas perguruan tinggi yang tidak sebanding dengan bertambahnya jumlah perguruan tinggi di Indonesia.
"Dalam 4 tahun, perguruan tinggi di Indonesia bertambah 1000 kampus menjadi 4600 perguruan tinggi. Itu terbanyak di dunia, bahkan lebih banyak daripada RRT yang populasinya dua kali populasi kita. Itu artinya kita akan mendapatkan freshgrade terbanyak setiap tahunnya. Sayangnya, sistem pendidikan kita seakan belum mampu mengakomodasi kebutuhan tenaga kerja di negeri ini. Ini kan paradoks. Banyak distorsi dari disrupsi saat ini, banyak yang tidak tahu ketika masuk kuliah akan belajar apa, dan banyak freshgrad yang ketika keluar kuliah juga tidak paham ingin bekerja apa, berkarya apa," ujar Mursid yang juga lulusan dari Elektro ITB ini.
Mursid menilai, mahasiswa perlu tahu apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Mursid mencontohkan, jika di Thailand mahasiswanya dididik untuk menjadi petani dengan melihat komoditas yang paling tinggi diproduksi di negeri seribu pagoda tersebut, seharusnya Indonesia juga bisa demikian.
"Selain keuntungan demografi,seharusnya, Kita juga perlu melihat keunggulan komparatif lain yang dimiliki oleh Indonesia, harus tau pula apa yang dibutuhkan oleh society. Institusi pendidikan dan dunia kerja harus berhubungan, jangan sampai sistemnya tidak berkembang dan kian teralienasi dengan kebutuhan konsumennya," tuturnya.
Menurutnya, disrupsi dalam dunia pendidikan bukan hanya karena munculnya produk teknologi (seperti kelas online dll), tapi lebih kepada perubahan kebutuhan konsumennya (dalam hal ini mahasiswa dan user/pengguna alumni sebuah perguruan tinggi).
"Kita lihat sekarang menterinya Pak Makarim, jangan-jangan memang sistem pendidikan konvensional tidak lagi jadi kebutuhan publik. Ingat, disruptive is not about the product but the demand driven by customers. Jangan-jangan, nanti setiap orang akan membawa menunya sendiri, saya ingin belajar ini untuk bekerja/menjadi seperti ini, sehingga perguruan tinggilah yang merespon kebutuhan pasar," ujarnya.
Berangkat dari thesis tersebut, maka Mursid bersama Tim Pengembangan Sistem Informasi Pendidikan dan Dunia Kerja (Sindikker) membuat sistem yang terintegrasi antara Kemenristek Dikti dan Kemenaker. Sistem ini merupakan interface (jembatan) bagi kedua institusi dibawahnya dengan harapan, perguruan tinggi bisa merespon kebutuhan Dunia Usaha Dunia Industri, dan sebaliknya, User harus mau mengelola freshgrade yang diserapnya agar industrinya berkembang.
"Kami ingin secara terbuka membuka peluang rekrutmen yang terintegrasi dengan aman. Supaya DUDI dan Pendidikan Tinggi sama-sama emerging (berkembang, red) maka Sindikker ini difungsikan juga sebagai bursa kerja online yang bisa diakses siapapun. Sindikker menampilkan prodi dengan data keterserapan, permintaan lokal (lulusan yg bekerja berdasarkan data tracer study) serta permintaan nasional (kebutuhan dan lowongan kerja yang dibuka)," ungkapnya.
"Sistem ini mengharuskan teman-teman user untuk mengisi data. Inilah yang bisa dibilang sulit karena membagikan data di negara kita selalu menimbulkan perdebatan. Kita tidak bisa menghubungkan dua industri-institusi dengan common sense, kami butuh data, kami bisa jamin keamanan data ini akan terverifikasi baik di kemenaker dan kemenristekdikti. kami pastikan sistemnya bisa match dan akan terus dikembangkan guna mengurangi disparitas antara pencari kerja dan penyedia lowongan pekerjaan, sehingga kebutuhan keduanya terjembatani," jelasnya.