BANDUNG, kemahasiswaan.itb.ac.id – Mahasiswa dari Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (FTMD ITB) bekerja sama dengan mahasiswa dari Purdue University berhasil menyelesaikan proyek perancangan pesawat udara komersial bertenaga listrik. Proyek ini merupakan bagian dari program Global Multidisciplinary Design Course (GMDC) yang diinisiasi oleh USAID Higher Education Partnership Initiative (HEPI), sebuah inisiatif untuk meningkatkan kualitas pendidikan dalam bidang Science, Technology, Engineering, and Math (STEM) di Indonesia, termasuk teknik dirgantara.
GMDC merupakan program unggulan yang diinisiasi oleh Arizona State University (ASU) yang kemudian mengundang FTMD ITB dan Purdue University sebagai mitra dalam menjalankan proyek ini lewat kelas kolaborasi. Kelas kolaborasi tersebut bertujuan untuk mempelajari serta merancang desain pesawat terbang. FTMD ITB dipilih karena kurikulum salah satu mata kuliah di FTMD ITB, yaitu Desain Pesawat Udara (AE4040) dinilai memiliki kualitas yang setara dengan yang ada di Purdue University dan ASU.
Sebanyak enam mahasiswa dari program studi Aerospace Engineering (AE) FTMD ITB, yaitu Anthony Sinisuka, Aqil Vadhila, Darian Soetanto, Dwiki Ananda, Elisabeth Filandow, dan Linquinn Aiko, serta tiga mahasiswa dari Purdue University, yaitu Connor O’Neill, Jonathan Yelenick, dan Ty Baker berpartisipasi dalam proyek ini. Mereka dibimbing oleh dosen-dosen dari ketiga universitas, yakni Dr. Taufiq Mulyanto (ITB), Thiago Guimarães (Purdue University), dan Jack Rutherford (ASU) yang sekaligus sebagai koordinator.
Proyek ini telah berlangsung sejak Februari hingga awal Juni 2024, dengan tujuan utama merancang pesawat komersial bertenaga listrik yang mampu mengangkut hingga 40 penumpang untuk rute penerbangan Jakarta-Singapura.
Darian Soetanto, salah satu mahasiswa yang terlibat dalam proyek ini, berbagi pengalamannya terkait tantangan dalam proses yang dihadapi.
“Kalau dari sisi komunikasi juga agak susah, (apalagi) perbedaan waktu antara Indonesia dan AS itu sekitar 12 jam. Jadi, agak sulit juga mengatur waktu. Masing-masing dari kita punya tanggung jawab, ada yang tanggung jawabnya ke struktur pesawat, ada yang ke mesinnya, jadi semuanya punya tugas mereka masing-masing, tapi tetap semuanya saling bantu, “ ujar Darian.
Selain itu, proyek ini juga menjadi ajang pembelajaran mandiri bagi para mahasiswa. Metode pengajaran berbasis proyek yang diterapkan dalam GMDC bertujuan untuk mempertajam kemandirian mahasiswa dalam melihat dan menghadapi tantangan nyata di dunia industri.
Darian mengungkapkan, “Karena pesawat listrik masih jarang juga, pasti cara desainnya tentu beda dari awal, kita harus desain pesawat listrik sementara referensi-referensi yang ada terkait pesawat listrik masih sangat terbatas. Jadi, ada aspek yang kita harus coba belajar sendiri dari nol, kita harus bisa mempertimbangkan baterainya, mesinnya, dan lain-lain itu dan yang berbeda dari biasanya,” ungkapnya.
Dari rancangan yang telah dibuat, menunjukkan bahwa pesawat komersial bertenaga listrik sepenuhnya secara teknis dapat diwujudkan dengan teknologi yang ada saat ini, meskipun masih ada tantangan dari sisi kelayakan ekonominya. Untuk menjawab tantangan tersebut, mereka juga menawarkan solusi lain untuk meningkatkan kelayakan ekonomi pesawat, yaitu dengan memanfaatkan integrasi propulsi listrik dengan sumber energi berkelanjutan seperti hidrogen atau biofuel yang lebih ramah lingkungan.
Dengan keberhasilan proyek ini diharapkan dapat menjadi inspirasi tidak hanya bagi civitas akademik ITB, tetapi untuk mahasiswa lainnya untuk terus berinovasi dan mengembangkan kemampuan dalam berbagai bidang, termasuk teknik dirgantara.