BANDUNG.kemahasiswaan.itb.ac.id - Dalam mewujudkan 3 pilar Tri Dharma Perguruan Tinggi, Himpunan Mahasiswa Mesin (HMM) ITB menunjukkan kepedulian dan kontribusi terhadap masyarakat melalui program pengabdian yang dilakukan oleh Divisi Sosmas HMM ITB. Program pengabdian yang berlangsung di Desa Cimarga, Kecamatan Cisitu, Kabupaten Sumedang merupakan kolaborasi antara Pemerintah Desa Cimarga, Kelompok Tani Desa Cimarga, serta Himpunan Mahasiswa Rekayasa Hayati.
Berkat dukungan penuh dari Yayasan Solidarity Forever, HMM ITB menciptakan dan menyerahkan 4 buah alat perontok padi kepada petani di desa tersebut. Kegiatan pengabdian ini bertujuan untuk mendorong inovasi teknologi di bidang pertanian sehingga kegiatan pertanian di Desa Cimarga lebih maju, produktivitas budidaya padi meningkat, serta mengurangi ketergantungan pada tenaga kerja manual. Pengabdian ini diharapkan mampu mengembangkan komunitas petani di Desa Cimarga selaras dengan mayoritas penduduk Cimarga yang berprofesi sebagai petani.
Kepala Divisi Community Development dan Inisiator HMM ITB, Bagus Ryan Prabowo, menjelaskan bahwa pengembangan alat perontok padi ini merupakan hasil kerjasama antara warga dengan mahasiswa mesin ITB.
“Dalam hal ini mahasiswa berkontribusi dalam mendesain alat, membuat prototyping, dan melakukan implementasi alat. Sementara itu, pengerjaan alat tersebut dibantu oleh masyarakat dan kami memastikan alat tersebut dibuat dengan benar,” jelas Bowo (Mesin 2020).
Kesulitan dalam merontokkan padi dari tangkainya, memunculkan ide HMM ITB untuk menciptakan thresher padi. Masalah serupa ditemukan pada petani di Desa Cimarga yang masih merontokkan padi secara manual sehingga kurang efisien baik dari tenaga maupun waktu yang dibutuhkan.
HMM ITB menyadari pentingnya pengabdian masyarakat sebagai wujud implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi. Bowo mengungkapkan bahwasanya pembuatan thresher padi turut melibatkan masyarakat sebagai perwujudan pengembangan masyarakat berbasis pemberdayaan.
Pengadaan bahan baku untuk alat perontok padi menjadi menjadi kendala selama pengerjaan alat. Pasalnya, barang yang dibutuhkan tidak ditemukan di wilayah setempat sehingga harus membeli dari Kota Bandung.
“Awalnya kami ingin agar bahan baku untuk alat perontok padi benar-benar berasal dari sekitar wilayah desa itu sendiri, tetapi di lapangan beberapa komponen harus membeli langsung dari bandung seperti (besi shaft, as, dan bearing),” ujar Bowo.
Meski begitu, adanya arahan dan bimbingan dari Dr. Eng. Gea Fardias Mu'min sebagai dosen pembimbing membuat program pengabdian ini sukses dijalankan.
“Kami berterima kasih kepada Dr. Eng. Gea Fardias Mu'min dosen pembimbing kami, yang telah memberikan arahan dan bantuan selama proses pembuatan alat ini. Dengan bimbingan beliau, kami dapat merancang alat yang tidak hanya efektif, tetapi juga mudah digunakan oleh petani di Desa Cimarga,” tambah Bowo..
Himpunan Mahasiswa Mesin ITB berkomitmen untuk melanjutkan kegiatan serupa di berbagai desa lain di masa mendatang, guna mendorong kesejahteraan petani melalui inovasi teknologi.
“Kami akan melakukan eskalasi produk ke berbagai wilayah di Jawa Barat yang masih menggunakan alat perontok padi masih manual. Sama seperti sebelumnya, konsep pengembangan pemberdayaan masyarakat akan dilakukan dengan cara kita melakukan pendampingan saat alat itu dibuat secara langsung,” ungkap Falah (MS’20).
Runaedin, Sekretaris Desa Cimarga memberikan respon yang positif terhadap kegiatan pengabdian yang dilakukan oleh teman-teman HMM ITB. Runaedin juga memberikan apresiasi dan ucapan terima kasih kepada HMM ITB.
“Kami bangga atas inovasi yang diciptakan adik-adik mahasiswa untuk membantu para petani disini. Perontokkan padi yang dulunya dilakukan secara manual, sekarang menjadi lebih cepat dan mudah dengan hadirnya alat ini. Kami ucapkan terima kasih kepada adik-adiknya yang telah sudi membantu warga Cimarga,” ungkap Runaedin
Dengan adanya program seperti ini, diharapkan kolaborasi antara akademisi dan masyarakat akan terus terjalin, memberikan manfaat yang nyata bagi kemajuan petani di Indonesia. “Harapannya mereka bisa membuat alat tersebut secara mandiri tanpa didampingi oleh kami dan bisa membagikan pengetahuan dalam pembuatan alat ini ke desa-desa di sekitar mereka,” pungkas Falah.