BANDUNG, kemahasiswaan.itb.ac.id – Kuliah Umum Studium Generale kembali di gelar di Aula Barat ITB Kampus Ganesha, pada Rabu (11/9/2024), mengangkat topik “Pengelolaan sampah di ITB,” yang dibawakan langsung oleh Ketua Tim Penanganan Sampah di Lingkungan ITB, Dr. Eng. Pandji Prawisudha. Dr. Pandji memberikan paparan terkait pengelolaan sampah yang tengah dan telah diupayakan di ITB, serta permasalahan sampah yang lebih luas di Indonesia.
Dr. Pandji membuka pembahasannya dengan memberikan gambaran umum mengenai definisi sampah. Menurutnya, sampah adalah sisa kegiatan manusia atau proses alam yang berbentuk padat, baik yang tidak digunakan lagi maupun yang dianggap tidak berguna.
“Sampah plastik menjadi perhatian utama karena masa degradasinya sangat lama. Sebagai contoh, kulit jeruk saja bisa terurai dalam 6 bulan, sementara botol plastik butuh hingga 450 tahun,” jelas Dr. Pandji.
Indonesia saat ini menempati posisi kedua sebagai penghasil sampah plastik terbesar di dunia yang dibuang ke lautan. Dr. Pandji menjelaskan, Indonesia juga merupakan penghasil sampah makanan terbesar kedua di dunia, yang mencerminkan pola konsumsi yang boros dan pengelolaan limbah yang kurang optimal. Masalah ini semakin diperparah oleh fakta bahwa sebagian besar tempat pembuangan akhir (TPA) di Indonesia penuh dengan sampah plastik yang sulit terurai.
Menurut Dr. Pandji, salah satu tantangan besar yang dihadapi ITB adalah jarak pengangkutan sampah yang jauh, mencapai 84,4 kilometer pulang-pergi dari Kampus Ganesha ke TPA Sarimukti. Selain itu, biaya pengangkutan semakin mahal karena truk pengangkut sampah harus menggunakan bahan bakar dengan harga tinggi. Kondisi di TPA Sarimukti menunjukkan tumpukan sampah yang mayoritas terdiri dari plastik. Sampah organik memang terurai lebih cepat, tetapi sampah plastik tetap bertahan dan terus menumpuk.
Namun, ia menyampaikan bahwa ITB tidak tinggal diam dalam menghadapi permasalahan sampah. Di ITB, sudah mulai diterapkan berbagai inisiatif pengurangan sampah dan pengelolaannya menjadi sumber daya. Salah satu upaya nyata adalah Instalasi Pengolahan Sampah Terpadu (IPST) Sabuga, yang menangani berbagai jenis sampah kampus ITB. Sampah organik, seperti sisa makanan dan dedaunan dari taman kampus, diolah menjadi kompos. Sedangkan sampah plastik diupayakan untuk diolah menjadi minyak melalui teknologi yang sedang dikembangkan di kampus.
Dokumentasi : Anne Rufaidah
Dr. Pandji juga memaparkan komposisi sampah di ITB sedikit berbeda dari sampah domestik pada umumnya. Sebanyak 36% sampah di ITB adalah sampah taman, seperti daun dan ranting, sedangkan 24% adalah sampah kertas, dan 19,63% merupakan sisa makanan. Sayangnya, banyak sampah kertas tercampur dengan sisa makanan, yang menyebabkan kertas tersebut tidak bisa didaur ulang. Oleh karena itu, penting bagi seluruh warga kampus untuk lebih disiplin dalam memisahkan sampah agar dapat diolah dengan lebih optimal.
ITB juga telah mulai menerapkan berbagai langkah kecil untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, seperti tidak menyediakan botol plastik atau kotak nasi dalam rapat-rapat kampus, serta menambahkan bahwa tempat sampah dengan kode warna sudah disediakan untuk memudahkan pemilahan sampah berdasarkan jenisnya.
Selain itu, ITB juga sedang mengembangkan konveyor pemilah sampah yang lebih ramah bagi operator, sehingga proses pemilahan sampah dapat dilakukan dengan lebih efisien. Bahkan, di masa depan, ITB memiliki cita-cita untuk menciptakan IPST yang lebih sirkular, di mana residu sampah akan digunakan untuk menghasilkan listrik yang dapat mendukung operasional kendaraan listrik di kampus.
Dengan berbagai upaya ini, Dr. Pandji berharap ITB dapat menjadi contoh dalam hal pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Dengan membangun pemahaman dan kesadaran yang sama, ITB berupaya terus bergerak menuju masa depan yang lebih bersih, di mana pengelolaan sampah bukan hanya kewajiban, tetapi juga menjadi tanggung jawab seluruh warga kampus.