BANDUNG.kemahasiswaan.itb.ac.id - Kasus - kasus terorisme menjadi perbincangan hangat akhir - akhir ini. Tidak hanya meresahkan, kasus terorisme merupakan suatu problem global dimana suatu negara harus punya cara untuk menuntaskannya. Berkaitan dengan terorisme, Rabu (8/5/2024) kuliah umum studium generale ITB kembali dilaksanakan secara luring di Aula Barat dan daring melalui platform YouTube dengan topik “Strategi Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme di Indonesia”. Brigjen. Pol. Arif Makhfudiharto, S.I.K., M.H, Direktur Idensos Densus 88 AT Polri berkesempatan untuk menjadi pemateri pada kuliah studium generale kali ini.
Brigjen. Pol. Arif menekankan kepada para mahasiswa untuk meneladani jiwa -jiwa nasionalisme yang dimiliki para pendahulu bangsa. Brigjen Arif juga berpesan kepada peserta untuk menanamkan jiwa - jiwa pancasila dimanapun kita berada. Hal ini seperti yang dilakukan oleh BJ. Habibie, sosok presiden Indonesia yang ketiga dan juga merupakan alumni ITB yang sempat mendapatkan tawaran pekerjaan yang sangat luar biasa di Jerman namun tetap menjunjung tinggi identitas Bangsa Indonesia.
Indonesia merupakan bangsa yang besar dengan jumlah penduduk sebesar 278 juta jiwa, 715 bahasa daerah, 1340 suku bangsa, serta beragam budaya, adat istiadat, dan keanekaragaman flora dan fauna di dalamnya. Keragaman tersebut bisa menjadi potensi sekaligus bencana bagi suatu bangsa. Dengan segala konflik yang telah terjadi di Indonesia baik secara vertikal maupun horizontal, penting untuk memelihara keragaman tersebut agar tidak menyebabkan kehancuran bagi suatu negara. Kesaktian Pancasila menjadi bukti bahwa keragaman yang ada di Indonesia tidak dapat memisahkan NKRI sebagai negara kesatuan.
Suatu negara memiliki kebijakan masing-masing untuk menyikapi kejahatan terorisme. Kejahatan terorisme menjadi fenomena global karena termasuk dalam kategori kejahatan yang terorganisir dan melintas batas baik di dunia maya maupun dunia nyata. Indonesia menyikapi kejahatan terorisme dengan kebijakan politik hukum diantaranya Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013, Undang - Undang Nomor 5 tahun 2028, Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2019, dan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2021. Selain memperkuat kebijakan politik dalam negeri untuk mencegah terjadinya tindakan terorisme, Indonesia juga berupaya untuk menjalin hubungan kerjasama dengan luar negeri sebagai usaha untuk penanganan terhadap kejahatan terorisme.
Pihak Densus 88 menekankan bahwa persoalan terorisme tidak disebabkan oleh agama atau keyakinan, namun disebabkan oleh seseorang yang koruptif atau bicara tentang sikap beragama yang salah, hal ini disebut teori charles kimbal. Agama yang disalah doktrinkan yang mendorong orang - orang menjadi pelaku terorisme. “Kita sepakat bahwa agama memiliki nilai - nilai yang mulia sehingga tidak sepakat bahwa agama menghantarkan orang jadi pelaku terorisme,” jelasnya.
Indonesia sendiri sudah melakukan transformasi kebijakan politik untuk membangun negara bebas dari kejahatan terorisme. Mulanya Indonesia fokus pada strategi penegakan hukum semata mengenai tindakan terorisme yang diatur dalam UU No 15 Tahun 2003. Namun, saat ini Indonesia berusaha melakukan soft approach dengan mulai mencerdaskan setiap warga dengan membuat kesadaran dini tentang bahaya tindakan terorisme dan upaya pencegahan secara masif dari semua lini untuk membangun sikap resiliensi agar virus ideologi terorisme tidak berkembang di kalangan masyarakat. Strategi inilah menjadi bukti bahwa Indonesia sudah siap siaga untuk mencegah berkembangnya tindak kejahatan terorisme.
Dinamika dan tarik menarik kepentingan dapat membuat celah dalam interaksi sosial sehingga menimbulkan ketegangan dan menjadi kesempatan untuk kelompok - kelompok teror untuk mencari upaya dalam memerangi situasi. Proses yang terjadi dalam pembentukan identitas baru dalam proses menuju terorisme meliputi pemisahan kesadaran (doktrinisasi), polarisasi dan eksklusivisme, hingga superioritas melawan inferioritas. Pola rekrutmen radikalisme dan terorisme dapat secara informal maupun formal. Secara informal, introduksi radikalisme dan terorisme dapat melalui hubungan kekerabatan, pengajian, internet, elektronik, buku dan tulisan, konflik sara, dan lingkungan lapas. Sementara itu, secara formal proses radikalisme dapat masuk melalui sebuah organisasi masyarakat, sekolah, bahkan basis pendidikan keagamaan yang terafiliasi dalam kelompok radikal teroris.
Dengan adanya kuliah umum ini, diharapkan mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa dapat memahami pentingnya menjaga keutuhan NKRI dan mencegah paham-paham radikalisme yang dapat merusak persatuan bangsa. Mengedepankan nilai-nilai Pancasila, memperkuat nasionalisme, serta membangun sikap resiliensi di tengah keberagaman merupakan langkah strategis untuk mencegah berkembangnya ideologi terorisme. Melalui kolaborasi antara kebijakan negara, pendekatan hukum, dan kesadaran masyarakat, Indonesia optimis mampu menciptakan lingkungan yang damai, aman, dan bebas dari ancaman terorisme.