English Language Indonsian Language

Studium Generale KU 4078 : Adi Reza Nugroho, Bangun Wirausaha Sosial Mulai dari Ubah Jamur Jadi Material Ramah Lingkungan

Kamis, 17 Oktober 2024 | Reporter : Nur Asyiah | Editor : Anne Rufaidah

BANDUNG, kemahasiswaan.itb.ac.id - Institut Teknologi Bandung kembali menggelar kuliah umum KU-4078 Studium Generale di Aula Barat ITB, Rabu (2/10/2024) secara tatap muka dan daring melalui platform YouTube. Pada sesi kali ini, Dibya Kusyala, S.T., M.T., Dosen Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB kelompok keahlian Perumahan dan Permukiman  berkesempatan untuk memandu jalannya kuliah Studium General. Adi Reza Nugroho, Co-Founder dan CEO MYCL, startup bioteknologi yang memproduksi material berkelanjutan  hadir memberikan materi dengan topik “How Social Enterprise and Knowledge Based Economy Shape Future of Sustainable Indonesia”

MYCL dikenal sebagai perusahaan penyedia material bio yang berkinerja tinggi dan berdampak rendah terhadap kerusakan lingkungan yang bisa diaplikasikan untuk sektor industri fashion dan juga konstruksi. Adi Reza Nugroho dalam pemaparannya menceritakan bagaimana perjuangannya membangun dan mengembangkan bisnis MYCL hingga mencapai pasar global. Mulanya, Adi Reza membangun Growbox, start up penyedia kit budidaya jamur serta layanan kursus untuk budidaya jamur. Sambil berbisnis Growbox, Adi bersama rekan Co-Founder lainnya mencoba untuk melakukan penelitian terkait jamur untuk meningkatkan nilai bisnisnya. Rupanya, dalam buku yang dibacanya dengan judul “Mycelium Running’’disebutkan bahwa selain sebagai komoditas, jamur dapat digunakan sebagai bahan material. Dari situlah, Adi bersama rekannya mulai menemukan titik terang untuk mengembangkan Growbox menjadi MYCL.

Setelah satu tahun melakukan penelitian, hasilnya tidak cukup memuaskan dan gagal. Namun, dari kegagalan tersebut memantik kolaborasi dengan institusi riset dunia dan  universitas ternama, diantaranya ETH zurich dan Karlsruher Institut for Technologie. Projek kolaborasi itu adalah pengembangan Mycotree, material komposit jamur menjadi struktural bangunan. Dari projek itu, Adi berhasil menghasilkan 1 milyar rupiah di umurnya yang ke 26 tahun. “Jadi memang sebenarnya material  tersebut tidak terlalu kuat, namun dengan adanya optimasi desain bisa menjadi kuat menggantikan beton atau baja,” ungkap Adi Reza.

Tak berhenti sampai disitu, Adi terus mengembangkan penelitiannya dan mencoba untuk membuat furniture yang berasal dari material komposit. Hasilnya, furniture dengan bobot 3 kilogram mampu menopang beban hingga 800 kilogram. Lebih menariknya lagi, furniture tersebut dikembangkan tanpa menggunakan lem atau resin sehingga emisi resin yang ditimbulkan cukup sedikit. Material yang dihasilkan memiliki nilai particle board dan MDF sebesar 0,11 ppm dan 0.09 ppm, dimana angka ini berada di bawah  standar yang ditetapkan oleh Jepang. Artinya, furniture yang dikembangkan sangat aman untuk kesehatan pernapasan karena kandungan formaldehyde yang rendah.

Adi terus berinovasi untuk mengembangkan potensi jamur sebagai material ramah lingkungan. Meninjau permasalahan di industri fashion dan juga industri kulit, memicu Adi untuk mengembangkan jamur sebagai mycelium leather,. “Kita cek masalahnya di industri fashion, dimana 30% emisinya dihasilkan dari limbah material, dan  ditambah lagi di industri kulit itu menghasilkan CO2 yang sangat tinggi dari chemical process-nya,” ujar Adi. Beranjak dari permasalahan tersebut, Adi mengembangkan teknologi pengembangan mycellium leather dari bahan - bahan yang tidak berbahaya. Hasilnya, material tersebut dapat menyerupai kulit tanpa menggunakan bahan kimia berbahaya, tanpa menggunakan PVC, tanpa menggunakan hewan, dan juga menghasilkan negatif carbon footprint. 

Berdasarkan hasil uji, material yang terbuat dari bahan mycelium leather lebih tahan lama dibandingkan dengan kulit sintetik. Dalam pemaparannya, Adi menampilkan gambar dompet yang terbuat dari mycelium leather memiliki ketahanan hingga 3 tahun,  sementara barang yang terbuat dari kulit sintetik dalam jangka waktu 2-3 tahun sudah mengalami pengelupasan. Karena material ini memiliki beberapa keunggulan dan cukup potensial, Adi bisa menggaet beberapa desainer ternama untuk menjalin kolaborasi. Salah satunya MYCL berpartisipasi dalam ajang Fashion Week 2022 dan berkolaborasi dengan Doublet, Designer dari Jepang untuk membuat beberapa penampilan dari mycelium leather, mulai dari sandal, sepatu, hingga jaket. Kolaborasi inilah yang menjadikan MYCL cukup mendapatkan exposure dari Jepang dan semakin banyak membuka peluang kolaborasi dengan beberapa brand fashion ternama di Jepang, diantaranya Fumikoda, Muscho, Syrinx.

Dokumentasi : Ditmawa/Anne Rufaidah

Setelah kurang lebih 15 tahun membangun bisnis, Adi Nugroho mendapatkan beberapa pelajaran ketika mengembangkan bisnisnya. Adi menekankan untuk pentingnya menerapkan pengetahuan dalam pengembangan ekonomi. “Jangan commodity based economy, tapi knowledge based economy dan ini berhasil MYCL  buktikan bahwa kita bisa memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk menghasilkan pendapatan,” ujar Adi. Selain itu, Adi juga membagikan beberapa framework yang digunakan dalam pengembangan bisnisnya. MYCL  menggunakan inovasi sebagai motor bisnis. Dalam kerangka kerjanya,  R&D berperan sebagai pemimpin perusahaan yang bisa menghasilkan inovasi. Inovasi akan menghasilkan 3 hal, yaitu paten, rahasia dagang, dan panduan operasi bisnis

Tak hanya itu, Adi juga menerangkan beberapa bentuk kerjasama yang dapat dilakukan untuk melibatkan pihak-pihak eksternal dalam mendukung perkembangan bisnis dan proses komersialisasi perusahaan. Terdapat empat skema kerjasama diantaranya, Co-development, Distributorship, Contract Manufacturing, dan Joint Venture. Selanjutnya, Adi juga menyinggung social enterprise sebagai usaha untuk menyelesaikan permasalahan sosial. Social enterprise dipandang sebagai sebuah bisnis yang tidak hanya menargetkan pada pengumpulan keuntungan, tetapi juga berfokus pada penyelesaian permasalahan sosial.

Data menunjukkan bahwa impact investment bertumbuh cukup signifikan, namun sayangnya terdapat gap sebesar 2,5 triliun tiap tahunnya khususnya di negara berkembang. Di Asia Tenggara sendiri hanya 3% investasi yang masuk. Hal ini dikarenakan kegiatan investasi banyak dilakukan di negara maju. Alasan lainnya adalah banyak beberapa perusahaan dan UMKM yang belum siap untuk menerima pendanaan tersebut  dalam memaksimalkan dampak sosial serta lingkungan. 

Di sisi lain, MYCL berhasil memperoleh dana sebesar 30 miliar dari impact investment dan hibah. Hal ini diungkapkan oleh Adi bahwa MYCL menggunakan Theory of Change Framework yang bisa membedakan dengan perusahaan lain.”Dalam framework ini semuanya dicatat, mulai dari identifikasi masalah, solusi yang diberikan, hingga bagaimana dampak jangka pendek dan jangka panjangnya bisa terukur,” tambah Adi. MYCL menggunakan BCorps sertifikasi untuk mengukur profit dan dampak secara seimbang. 

Pengalaman yang dibagikan oleh Adi menunjukkan bahwa latar belakang keilmuan tidak membatasi seseorang untuk terjun ke dunia bisnis. Belajar dari kegagalan, keuletan serta teliti dalam  mengoreksi kegagalan yang dilakoni Adi menjadi bukti kunci kesuksesannya sebagai wirausaha sosial. Mahasiswa bisa menjadikan hal ini sebagai motivasi untuk mengembangkan bisnis berbasis social enterprise sehingga bisa membantu permasalahan sosial yang terjadi di Indonesia.

Logo Kemahasiswaan ITB

Gedung Campus Center Barat Lantai 1

Jl. Ganesa No.10 Lebak Siliwangi

Kec. Coblong, Kota Bandung 40132

Phone: (022) 2504814

© Direktorat Kemahasiswaan Institut Teknologi Bandung